Kamis, 23 Oktober 2014

Refleksi Filsafat Ilmu Oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A (26 September 2014)

Refleksi Filsafat Ilmu Oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A
Jumat, 26 September 2014

“Tindakanku tidak mampu memenuhi tulisan. Tulisanku tidak mampu memenuhi kata – kataku. Kata – kataku tidak mampu memenuhi semua pikiranku. Pikiranku tidak mampu memenuhi perasaanku / hati / spiritual”.
Jika pernyataan tersebut dibuat bagan, maka bagian teratas adalah spiritual dan bagian terbawahnya adalah tindakan. Spiritual ada kaitannya dengan Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT sehingga spiritual diletakkan di bagian yang paling atas. Salah besar jika kita mencari Allah dengan menggunakan pikiran karena Allah tidak bisa dipikirkan. Namun sebagai makhluk yang beriman tentu kita harus yakin bahwa Allah itu ada dan Allah hanya bisa kita rasakan di dalam hati kita.
Hati, perasaan, pikiran, spiritual bersifat multidimensi. Apa yang sudah terjadi dinamakan takdir (jodoh, rejeki, maut, lahir) dan kita tidak bisa mengubahnya namun yang belum terjadi bisa kita usahakan / ikhtiarkan. Dalam berusaha harus se-optimal mungkin agar mendapat hasil yang terbaik dan bersungguh-sungguh karena Allah Maha Melihat apa yang kita lakukan. Pikiran bersifat paralel yang artinya bisa memikirkan dua hal atau lebih secara bersamaan dan pararelism artinya pada waktu bersama – sama dia bersama – sama menunjukkan dirinya dalam pikiran.
Kata – kataku tidak mampu memenuhi semua pikiranku. Terkadang apa yang kita pikirkan sangat sulit untuk diungkapkan dengan kata – kata. Ini dikarenakan kata – kata bersifat seri / tidak dapat diparalelkan dan tidak dapat menjawab semua yang ada di pikiran kita dalam waktu yang bersamaan. Namun dengan keterbatasan dalam berkata – kata itulah menjadikan kita punya arti, kita menjadi mengerti siapa diri kita dan menjadikan diri kita menjadi lebih bermakna. Tulisanku tidak mampu memenuhi semua kata – kataku. Apa yang kita ucapkan terkadang tidak bisa kita tuliskan dikarenakan kecepatan dalam berucap tidak sebanding dengan kecepatan dalam menulis. Tentunya kecepatan dalam berucap lebih cepat daripada kecepatan dalam menulis. Dan tindakanku tidak mampu memenuhi semua tulisanku. Ini dikarenakan apa yang kita lakukan terbatas oleh ruang dan waktu. Namun dengan adanya keterbatasan menjadikan diri kita lebih bermakna karena bisa dipahami oleh manusia lainnya.